Bersahabat dengan Alam
Membaca Kitab Kejadian 1:26-31 dan dokumen Gereja Ensiklik Laudato Si no 1 dan 2
- Bagaimana pandangan Kitab Kejadian tentang makna alam bagi hidup manusia?
- Apakah tugas manusia terhadap alam bersifat mutlak? Mengapa?
- Apa yang dapat kalian lakukan untuk mewujudkan tugas tersebut dalam kehidupan sehari-hari
- Apa pesan yang hendak disampaikan dalam Ensiklik Laudato Si no 1 dan 2 terkait dengan usaha menjalin keharmonisan atau persahabatan dengan alam?
Manusia mendapat kepercayaan dari Allah untuk menjadi penjaga, pemelihara, dan pengelola dunia ciptaan supaya semuanya tetap dalam keadaan baik dan berkembang ke arah kebaikan (Baca Kej. 1: 26-31). Berdasarkan Kitab Kejadian, semua yang telah diciptakan Tuhan diperuntukkan bagi kelangsungan hidup semua makhluk termasuk manusia. Maka, manusia menjadi bagian dari alam dan alam juga menjadi bagian tak terpisahkan dari manusia. Manusia membutuhkan alam dan alam juga membutuhkan manusia untuk pelestarian hidupnya.
Berkuasa atas ciptaan bagi umat manusia tak berarti merusaknya, melainkan menyempurnakannya, tidak mengubah dunia menjadi kekacauan, melainkan menjadi tempat tinggal yang indah dan teratur seraya menghormati setiap hal. Maka tak seorang pun boleh menguasai lingkungan hidup secara mutlak dan egois. (Seri Dokumen Gerejawi No. 92: Lingkungan Hidup
Kita telah melihat bahwa sekarang ini, perusakan dan pencemaran alam lingkungan terjadi dalam berbagai bentuk, yang berdampak negatif pada lingkungan alam dan manusia.
Beberapa contoh
perusakan alam dan akibatnya, antara lain:
1) Penebangan hutan untuk industri perkayuan,
perluasan lahan industri atau permukiman secara tidak bertanggung jawab. Hal
ini menyebabkan hutan menjadi gundul dan bukit menjadi tandus, yang pada
akhirnya menyebabkan bencana banjir, tanah longsor, dan kekeringan saat
kemarau.
2) Tindakan membuang sampah di sembarang tempat,
seperti di aliran sungai yang dapat menyebabkan pencemaran
lingkungan dan bencana
banjir.
3) Membuang limbah berbahaya ke dalam sungai yang
mengakibatkan air sungai menjadi tercemar. Hal ini dapat merusak ekosistem
sepanjang aliran sungai tersebut, air yang tercemar pun tidak dapat kita
manfaatkan lagi, bahkan bisa membahayakan kesehatan dan kehidupan semua makhluk
di sekitarnya termasuk manusia.
4) Pembukaan lahan pertanian dengan cara membakar
hutan dapat menimbulkan kebakaran hutan yang lebih luas. Hal ini dapat
mengancam dan memusnahkan kehidupan di kawasan hutan tersebut, serta
menimbulkan polusi udara yang membahayakan kesehatan manusia.
5) Pemakaian obat-obatan kimia secara berlebihan untuk membasmi hama tanaman, dapat merusak ekosistem dan mengganggu kesehatan manusia.
Oleh karena itu, manusia harus kembali kepada panggilannya, yaitu mengembangkan dan mengarahkan ciptaan kepada kesempurnaan. Hal itu dapat dilakukan dengan berusaha sebaik mungkin untuk menjalani hidup yang bersahabat dengan alam.nAda berbagai tindakan yang dapat kita lakukan untuk memelihara alam lingkungan di mana kita hidup, antara lain:
1) berusaha untuk selalu membuang sampah pada tempatnya,
2) mengusahakan adanya penghijauan di sekitar rumah dengan menanam bunga atau memanfaatkan lahan kosong untuk penghijauan lingkungan di sekitar rumah,
3) menggunakan air secara bertanggung jawab,
4) ikut melindungi tanaman ataupun binatang yang langka, dan
5) menggunakan kendaraan bermotor pada saat bepergian jauh saja agar tidak menambah polusi udara dan ikut
serta dalam usaha penghematan bahan bakar minyak
bumi.
Usaha aktif untuk menjaga kelestarian
lingkungan hidup dapat juga kita lakukan dengan meneladan Fransiskus dari Asisi
yang menunjukkan sikap yang tepat terhadap lingkungan hidup. Fransiskus
mengalami perjumpaannya dengan Allah melalui ciptaan. Bagi Fransiskus, Allah
telah menganugerahkan segala sesuatu untuk digunakan dan dimanfaatkan, tetapi
dengan sikap tahu batas. Seluruh alam ciptaan atau lingkungan hidup menjadi
tempat bagi Fransiskus untuk memuji Allah. Ciptaan juga dapat menjadi jembatan
bagi kita untuk bersyukur dan memuji karya Allah, Sang Pencipta.
Marilah belajar dari sikap Fransiskus
Asisi dalam memperlakukan alam.
“Burung-Burung Sayang Padanya”
Fransiskus sedang berada di sebuah
pulau. Pada suatu pagi, ia berjalan-jalan. Setibanya di bawah pohon yang rindang,
langkahnya berhenti. Mukanya berubah serius. Kepalanya digelengkannya. Agaknya,
Fransiskus sedang menyimak sesuatu melalui pendengarannya. “Apa yang
didengarkannya? Bapa Fransiskus tampak serius betul,” pikir seorang imam,
pengikutnya. Imam itu lalu menghampiri Fransiskus. Imam itu berjalan
pelan-pelan karena takut kalau-kalau perbuatannya menggangu keasyikan Bapa
Fransiskus. Selang beberapa saat kemudian, Fransiskus berpaling kepadanya. “Aku
sedang mendengarkan percakapan burung-burung itu,” katanya sambil menunjuk ke
atas. “Kamu dengar?”
“Saya mendengar kicau mereka, ” jawab
pengikutnya. “Ah, sayang kamu tidak mengerti.
Sebenarnya, mereka bukan asal
berkicau. Mereka sedang memuji Tuhan dengan bahasa mereka!” tukas Fransiskus
bersungguh-sungguh. Lalu kembali kepalanya digelengkannya. Untuk mulai
mendengarkan lagi. Hingga pada saat berikutnya …
“Burung-burung sedang memuji Tuhan.
Ayo kita temani. Kita panjatkan madah pujian bagi Allah, bersama mereka!”
ajaknya. Lalu, ditingkah suara burung yang merdu, Fransiskus dan imam itu
memanjatkan sebuah madah. Sebuah pujian untuk meluhurkan kebesaran dan
kemuliaan Tuhan Sang Pencipta yang Maha Kuasa. Fransiskus menyenangi burung.
Sebaliknya, hewan itu juga akrab dan suka padanya. (Sumber: Persekutuan murid Yesus PAK SMP Kanisius: Yogyakarta)\
Komentar
Posting Komentar