Kesetaraan Gender

 


Kesetaraan Gender

 

Sebagai manusia, perempuan dan laki-laki memiliki martabat yang sama.  Namun dalam perjalanan sejarah manusia menunjukkan bahwa kaum perempuan  diperlakukan secara tidak adil. Mereka sering jadi korban sikap diskriminatif. Sampai  saat ini masalah kesetaraan atau kesederajatan masih memerlukan perjuangan. Hal  ini antara lain disebabkan oleh adanya tata hubungan antaranggota masyarakat  yang cenderung menggunakan sudut pandang laki-laki. Pengakuan, penghargaan  terhadap seseorang yang dikaitkan dengan kekayaan, gelar, pangkat, kedudukan  dan jenis kelamin, juga menjadi hal yang dapat menyuburkan perendahan terhadap  martabat perempuan.

 

Yesus adalah tokoh yang mengusahakan kesetaraan gender. Ia bergaul bebas  dengan perempuan. Bahkan ada perempuan-perempuan tertentu yang tetap mengikuti-Nya ke mana pun Dia pergi. Yesus juga menyapa dan bergaul enak dengan pertempuan-perempuan kafir yang belum dikenal-Nya seperti perempuan Samaria. Ia tidak saja bergaul dengan sembarang perempuan, tetapi juga berusaha dan membela perempuan yang tertangkap basah dengan memberikan kesempatan kepadanya untuk bertobat, untuk memperbaiki kesalahannya. (Yoh 8:2-11) Menurut Taurat, perempuan yang sudah menikah dan melakukan perzinahan harus dirajam di hadapan pemerintah. Mereka tak peduli nasib laki-laki yang jadi pasangan  zinahnya. Hanya perempuan itu yang diseretnya. Reaksi Yesus adalah membungkuk  menulis di tanah dengan jari-Nya. Ketika Ia terus menerus dimintai sikap-Nya Ia berkata: ” Barang siapa di antara kamu yang tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu”. Akhirnya, satu per satu mereka meningalkan perempuan itu. Berhadapan dengan Yesus, perempuan yang berzinah itu selamat.

 

Dalam pembelajaran dengan materi Yesus pejuang kesetaraan gender ini, peserta didik diajak untuk bersama-sama mendalami bagaimana karya Yesus yang senantiasa memperjuangkan kesederajatan antara laki-laki dan perempuan, sehingga mereka mampu untuk mengusahakannya dalam kehidupan sehari-hari dimanapun mereka berada.Kesetaraan gender berarti kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam berbagai kegiatan baik kegiatan politik, hukum, ekonomi, sosial budaya, pendidikan dan pertahanan dan keamanan nasional (hankamnas), serta kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan tersebut. Dengan demikian dapat pula dikatakan bahwa dalam kesetaraan gender terdapat adanya persamaan hak antara kaum perempuan dengan kaum laki-laki, di mana persamaan itu mempunyai arti yang menguntungkan bagi kedua belah pihak.

 

Hal-hal yang dapat menjadi penghambat terjadinya kesetaraan gender misalnya:

(a) pola pikir tradisional yang masih melekat, yaitu bahwa perempuan tugasnya mengurus rumah,

(b) Masih rendahnya kualitas hidup perempuan, sehingga ada kecenderungan untuk dinomorduakan, dan

(c) belum meratanya pemahaman konsep kesetaraan gender pada lapisan masyarakat.

Berbagai usaha yang dapat kita lakukan untuk mengusahakan kesetaraan gender misalnya:

(a) Penerimaan seseorang berdasarkan pribadi seseorang atau diri seseorang apa adanya bukan ditentukan oleh jenis kelamin, kekayaan yang dimiliki, gelar yang disandang, pangkat dan kedudukan yang dipangkunya, latar belakang kehidupannya dan sebagainya,

(b) memperlakukan orang lain dalam dunia kerja bukan berdasarkan jenis kelamin atau belaskasihan tetapi berdasarkan kemampuan yang dimiliki, dan

(c) Memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada perempuan untuk berkarier atau beraktivitas dalam berbagai bidang kehidupan.

 

Dalam peristiwa Perempuan yang kedapatan berzinah, disini terdapat ketidakadilan gender, yaitu bahwa perempuan itu yang harus dihukum, sementara laki-lakinya tidak mendapat perlakuan yang sama. Perempuan itu yang disalahkan, sementara laki-lakinya tidak. Padahal terjadinya perzinahan itu dilakukan oleh laki-laki dan perempuan yang sama-sama bersalah.

 

Yesus sangat peduli dengan kesetaraan antara perempuan dan laki-laki, maka Dia berbuat sesuai untuk mewujudkan kesetaraan itu. Yesus tidak ikut-ikutan menfonis dan menghukum wanita itu, tetapi Ia memberikan kesempatan kepada perempuan itu untuk bertobat, untuk memperbaiki kesalahan yang telah ia lakukan.

4

Kita sebagai pengikut Kristus hendaknya meneladani sikap Yesus ini, yang tidak serta merta memvonis ataupun mengadili atas kesalahan orang lain, tetapi berusaha untuk bertindak bijak, dengan memberikan kesempatan kepada siapapun yang melakukan kesalahan untuk bertobat dan memperbaiki diri.


Buku Guru Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti kelas VII

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Konsekuensi Pewartaan Yesus

Tugas Perutusan

Keluhuran Martabat Manusia